SELAMAT DATANG SELAMAT DATANG SELAMAT DATANG

Selasa, 03 Agustus 2010

NYERI BAHU (FROZEN SHOULDER)

Penanganan fisioterapi
Frozen shoulder merupakan penyakit dengan karakteristik nyeri dan keterbatasan gerak, dan penyebabnya idiopatik dan memiliki riwayat trauma sering kali ringan. Penyebab frozen shoulder tidak diketahui, diduga penyakit ini merupakan respon auto immobization terhadap hasil – hasil rusaknya jaringan lokal. Meskipun penyebab utamanya idiopatik, banyak yang menjadi predisposisi frozen shoulder, selain dugaan adanya respon auto immobilisas ada juga faktor predisposisi lainnya yaitu usia, trauma berulang (repetitive injury), diabetes mellitus, kelumpuhan, pasca operasi payudara atau dada dan infark miokardia, dari dalam sendi glenohumeral (tendonitis bicipitalis, infalamasi rotator cuff, fracture) atau kelainan ekstra articular (cervical spondylisis, angina pectoris).
Pada frozen shoulder terdapat perubahan patologi pada kapsul artikularis glenohumeral yaitu perubahan pada kapsul sendi bagian anterior superior mengalami synovitis, kontraktur ligamen coracohumeral, dan penebalan pada ligamen superior glenohumeral, pada kapsul sendi bagian anterior inferior mengalami penebalan pada ligamen inferior glenohumeral dan perlengketan pada ressesus axilaris, sedangkan pada kapsul sendi bagian posterior terjadi kontraktur, sehingga khas pada kasus ini rotasi internal paling bebas, abduksi terbatas dan rotasi eksternal paling terbatas atau biasa disebut pola kapsuler.
Perubahan patologi tersebut merupakan respon terhadap rusaknya jaringan lokal berupa inflamasi pada membran synovial.dan kapsul sendi glenohumeral yang membuat formasi adhesive sehingga menyebabkan perlengketan pada kapsul sendi dan terjadi peningkatan viskositas cairan sinovial sendi glenohumeral, dan selanjutnya kapsul sendi glenohumeral menjadi mengkerut, pada pemeriksaan gerak pasif ditemukan keterbatasan gerak pola kapsular (firm end feel) dan inilah yang disebut frozen shoulder.

Penanganan Fisiopterapi :
Beberapa modalitas yang digunakan antara lain:
Ultrasound
Ultrasound merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang secara klinis sering diaplikasikan untuk tujuan terapeutik pada kasus-kasus tertentu termasuk kasus muskuloskeletal. Terapi ultrasound menggunakan energi gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000Hz yang tidak mampu ditangkap oleh telinga atau pendengaran. Dengan pemberian modalitas ultra sonic dapat terjadi iritan jaringan yang menyebabkan reaksi fisiologis seperti kerusakan jaringan, hal ini disebabkan oleh efek mekanik dan thermal ultra sonik.

Pengaruh mekanik tersebut juga dengan terstimulasinya saraf polimedal dan akan dihantarkan ke ganglion dorsalis sehingga memicu produksi “P subtance” untuk selanjutnya terjadi inflamasi sekunder atau dikenal “neurogeic inflammation”. Namun dengan terangsangnya “P” substance tersebut mengakibatkan proses induksi proliferasi akan lebih terpacu sehingga mempercepat terjadinya penyembuhan jaringan yang mengalami kerusakan. Pengaruh nyeri terjadi secara tidak langsung yaitu dengan adanya pengaruh gosokan membantu “venous dan lymphatic”, peningkatan kelenturan jaringan lemak sehingga menurunnya nyeri regang dan proses percepatan regenerasi jaringan.

TENS
Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS) merupakan suatu cara penggunaan energi listrik guna merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri.
TENS efektif mengurangi nyeri melalui aktivasi saraf berdiameter besar dan kecil melalui kulit yang selanjutnya akan memberikan informasi sensoris ke saraf pusat. TENS menghilangkan nyeri dikaitkan melalui sistem reseptor nosiseptif dan mekanoreseptor. Sistem reseptor nosiseptif bukan akhiran saraf bebas, melainkan fleksus saraf halus tak bermyelin yang mengelilingi jaringan dan pembuluh darah. Pengurangan nyeri yang ditimbulkan oleh TENS dapat juga meningkatkan kekuatan otot karena menormalkan aktivitas α motor neuron sehingga otot dapat berkontraksi secara maksimal, dan berkurangnya “refleks exitability” dari beberapa otot antagonis gelang bahu sehingga otot agonis dapat melakukan gerakan, dan karena stabilitas terbesar pada sendi bahu oleh otot, maka hal tersebut meningkatkan mobilitas sendi bahu.
Terapi latihan
Contrax Relax and Stretching merupakan suatu teknik terapi latihan khusus yang ditujukan pada otot yang spasme, tegang/memendek untuk memperoleh pelemasan dan peregangan jaringan otot. Pada Contrax Relax and Stretching posisi tangan dibelakang leher terjadi gerakan abduksi dan rotasi eksternal mencapai pembatasan, posisi kapsul sendi mengarah ke inferior, terjadi peregangan pada kapsul anterior dan pada saat kontraksi isometrik terjadi peregangan pada kapsul posterior.
Pada spasme otot yang berlangsung lama akan diikuti penjepitan vaskuler dan berlanjut terjadinya ischemik jaringan otot yang akhirnya diikuti proses inflamasi dan nyeri yang menimbulkan sirkulasi spasme. Karena proses inflamasi tersebut disusul timbulnya ”abnormal cross link” yang melekatkan jaringan ikat otot dimana ketika spasme pada posisi memendek akibatnya terjadi kontraktur. Pada kasus ini peregangan akan efektif bila dilakukan setelah diperoleh pelemasan dengan teknik contrax relax.
Pada saat dilakukan kontraksi isometrik otot sendi bahu juga diperoleh gerakan minimal sendi bahu tanpa menimbulkan iritasi noxius dan sekaligus memacu sirkulasi dan proses metabolisme struktur jaringan sendi, disini akan diperoleh peningkatan kelenturan jaringan ikat sendi dan nyeri akan berkurang.

Sumber: akeh mas hehe…

Jumat, 21 Mei 2010

HNP (hernia nukleus pulposus)



A. Pengertian

Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya, bisa juga langsung ke kanalis vertebralis. (Priguna Sidharta, 1990)

HNP adalah Suatu nyeri yang disebabkan oleh proses patologik dikolumna vertebralis pada diskus intervertebralis (diskogenik) (Harsono, 1996)

HNP adalah keadaan dimana nukleus pulposus keluar menonjol untuk kemudia menekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosis yang robek.

Hernia Nukleus pulposus (HNP) atau potrusi Diskus Intervertebralis (PDI)adalah suatu keadaan dimana terjadi penonjolan pada diskus intervertebralis ke dalam kanalis vertebralis (protrusi diskus ) atau nucleus pulposus yang terlepas sebagian tersendiri di dalam kanalis vertebralis (rupture discus).

Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002)

B. Etiologi

HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 –S1 kemudian pada C5-C6 dan paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja tapi kejadiannya meningkat dengan umur setelah 20 tahun. HNP terjadi karena proses degenratif diskus intervetebralis.

C. Gejala

Gejala utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan .

HNP terbagi atas :

1. HNP sentral

HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia, dan retensi urine

2. HNP lateral

Rasa nyeri terletak pada punggung bawah, ditengah-tengah abtra pantat dan betis, belakang tumit dan telapak kaki.Ditempat itu juga akan terasa nyeri tekan. Kekuatan ekstensi jari ke V kaki berkurang dan refleks achiler negatif. Pada HNP lateral L 4-5 rasa nyeri dan tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan refleks patela negatif. Sensibilitas [ada dermatom yang sdesuai dengan radiks yang terkena menurun. Pada percobaan lasegue atau test mengnagkat tungkai yang lurus (straigh leg raising) yaitu mengangkat tungkai secara lurus dengan fleksi di sendi panggul, akan dirasakan nyeri disepanjang bagian belakang (tanda lasefue positif).

D. Patofisiologi

Nukleus pulposus terdiri dari jaringan penyambung longgar dan sel-sel kartilago yang mempunyai kandungan air yang tinggi. Nukleus pulposus bergerak, cairan menjadi padat dan rata serta melebar di bawah tekanan dan menggelembungkan annulus fibrosus.

Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteri radikulasi berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi bila penjebolan di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya di tengah, maka tidak ada radiks yang terkena.

Salah satu akibat dari trauma sedang yang berulangkali mengenai diskus intervertebrais adalah terobeknya annulus fibrosus. Pada tahap awal, robeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial, karena gaya traumatik yang berkali-kali, berikutnya robekan itu menjadi lebih besar dan disamping itu timbul sobekan radikal. Kalau hal ini sudah terjadi, maka soal menjebolnya nukleus pulposus adalah soal waktu dan trauma berikutnya saja.

Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setela trauma jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera.

Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.

Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.

Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.

Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002).

Diskus intervertebral dibentuk oleh dua komponen yaitu; nukleus pulposus yang terdiri dari serabut halus dan longgar, berisi sel-sel fibroblast dan dibentuk oleh anulus fibrosus yang mengelilingi nukleus pulposus yang terdiri dari jaringan pengikat yang kuat.

Nyeri tulang belakang dapat dilihat pada hernia diskus intervertebral pada daerah lumbosakral, hal ini biasa ditemukan dalam praktek neurologi. Hal ini biasa berhubungan dengan beberapa luka pada tulang belakang atau oleh tekanan yang berlebihan, biasanya disebabkan oleh karena mengangkat beban/ mengangkat tekanan yang berlebihan (berat). Hernia diskus lebih banyak terjadi pada daerah lumbosakral, juga dapat terjadi pada daerah servikal dan thorakal tapi kasusnya jarang terjadi. HNP sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja, tetapi terjadi dengan umur setelah 20 tahun.

Menjebolnya (hernia)nucleus pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertbralis. Menjebolnya sebagian dari nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat dari foto roentgen polos dan dikenal sebagai nodus Schmorl. Robekan sirkumferensial dan radikal pada nucleus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schomorl merupakan kelainan mendasari “low back pain”sub kronik atau kronik yang kemudian disusun oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai khokalgia atau siatika.

E. Manifestasi Klinis

Nyeri dapat terjadi pada bagian spinal manapun seperti servikal, torakal (jarang) atau lumbal. Manifestasi klinis bergantung pada lokasi, kecepatan perkembangan (akut atau kronik) dan pengaruh pada struktur disekitarnya. Nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh).

Pemeriksaan Diagnostik

1. RO Spinal : Memperlihatkan perubahan degeneratif pada tulang belakang

2. M R I : untuk melokalisasi protrusi diskus kecil sekalipun terutama untuk penyakit spinal
lumbal.

3. CT Scan dan Mielogram jika gejala klinis dan patologiknya tidak terlihat pada M R I

4. Elektromiografi (EMG) : untuk melokalisasi radiks saraf spinal khusus yang terkena.

F. INSIDENS

- Hernia Iumbo Sakral lebih dari 90 %

- Hernia Sercikal 5-10 % .

1. Hernia Lumbosacralis

Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma adalah kejadian yang berulang. Proses penyusutan nukleus pulposus pada ligamentum longitudinal posterior dan annulus fibrosus dapat diam di tempat atau ditunjukkan/dimanifestasikan dengan ringan, penyakit lumbal yang sering kambuh. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat menyebabkan nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya/jumbainya dan melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol keluar sampai anulus atau menjadi “extruded” dan melintang sebagai potongan bebas pada canalis vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai pada celah anulus, biasanya pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang ditengah), dimana mereka mengenai menimpa sebuah serabut atau beberapa serabut syaraf. Tonjolan yang besar dapat menekan serabut-serabut saraf melawan apophysis artikuler.

2. Hernia Servikalis

Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan kolumma vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun atau menghilang Hernia ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7. Hernia ini menonjol keluar posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal syaraf. Hal ini menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu diawali gejala-gejala dan mengacu pada kerusakan kulit.

3. Hernia Thorakalis

Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang paraparese kadang-kadang serangannya mendadak dengan paraparese.

Penonjolan pada sendi intervertebral toracal masih jarang terjadi (menurut love dan schorm 0,5 % dari semua operasi menunjukkan penonjolan sendi). Pada empat thoracal paling bawah atau tempat yang paling sering mengalami trauma jatuh dengan posisi tumit atau bokong adalah faktor penyebab yang paling utama.

G. GAMBARAN KLINIK

1. Henia Lumbosakralis

Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula berlangsung dan periodik kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di provokasi oleh posisi badan tertentu, ketegangan hawa dingin dan lembab, pinggang terfikasi sehingga kadang-kadang terdapat skoliosis.

Gejala patognomonik adalah nyeri lokal pada tekanan atau ketokan yang terbatas antara 2 prosesus spinosus dan disertai nyeri menjalar kedalam bokong dan tungkai. “Low back pain” ini disertai rasa nyeri yang menjalar ke daerah iskhias sebelah tungkai (nyeri radikuler) dan secara refleks mengambil sikap tertentu untuk mengatasi nyeri tersebut, sering dalam bentuk skilosis lumbal.

Syndrom Perkembangan lengkap syndrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps terdiri :

1. Kekakuan/ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.

2. Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki

3. Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan refleks

Nyeri radikuler dibuktikan dengan cara sebagai berikut :

1. Cara Kamp. Hiperekstensi pinggang kemudian punggung diputar kejurusan tungkai yang
sakit, pada tungkai ini timbul nyeri.

2. Tess Naffziger. Penekanan pada vena jugularis bilateral.

3. Tes Lasegue. Tes Crossed Laseque yang positif dan Tes Gowers dan Bragard yang positif.

Gejala-gejala radikuler lokasisasinya biasanya di bagian ventral tungkai atas dan bawah. Refleks lutut sering rendah, kadang-kadang terjadi paresis dari muskulus ekstensor kuadriseps dan muskulus ekstensor ibu jari.

2. Hernia servicalis

- Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas (sevikobrachialis)

- Atrofi di daerah biceps dan triceps

- Refleks biceps yang menurun atau menghilang

- Otot-otot leher spastik dan kakukuduk.

3. Hernia thorakalis

- Nyeri radikal

- Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang paraparesis

- Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia

H. GAMBARAN RADIOLOGIS

Dapat dilihat hilangnya lordosis lumbal, skoliosis, penyempitan intervertebral, “spur formation” dan perkapuran dalam diskus. Bila gambaran radiologik tidak jelas, maka sebaiknya dilakukan punksi lumbal yang biasanya menunjukkan protein yang meningkat tapi masih dibawah 100 mg %.

I. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan amanesis, gambaran klinis dan gambaran radiologis. Ada adanya riwayat mengangkat beban yang berat dan berualangkali, timbulnya low back pain. Gambaran klinisnya berdasarkan lokasi terjadinya herniasi.

Diagnosa pada hernia intervertebral , kebocoran lumbal dapat ditemukan secepat mungkin. Pada kasus yang lain, pasien menunjukkan perkembangan cepat dengan penanganan konservatif dan ketika tanda-tanda menghilang, testnya tidak dibutuhkan lagi. Myelografi merupakan penilaian yang baik dalam menentukan suatu lokalisasi yang akurat yang akurat.

J. PENATALAKSANAAN

1. Hernia Lumbosacralis

Pada fase akut, pasien tidur diatas kasur yang keras beralaskan papan dibawahnya. Traksi dengan beban mulai 6 Kg kemudian berangsur-angsur dinaikkan 10 Kg. pada hernia ini dapat diberikan analgetik salisilat

2. Hernia Servicalis

Untuk HNP sevicalis, dapat dilakukan traksi leher dengan kalung glisson, berat beban mulai dari 2 Kg berangsur angsur dinaikkan sampai 5 Kg. Tempat tidur dibagian kepala harus ditinggikan supaya traksi lebih efektif.

Untuk HNP yang berat, dapat dilakukan terapi pembedahan pada daerah yang rekuren. Injeksi enzim chympapim kedalam sendi harus selalu diperhatikan.

3. Pembedahan

Tujuan : Mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan mengubah defisit neurologik.

Macam :

a. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral

b. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks

c. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.

d. Disektomi dengan peleburan.

2. Immobilisasi

Immobilisasi dengan mengeluarkan kolor servikal, traksi, atau brace.

4. Traksi

Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan pada katrol dan beban.

5. Meredakan Nyeri

Kompres lembab panas, analgesik, sedatif, relaksan otot, obat anti inflamasi dan jika perlu kortikosteroid.

K. PROGNOSIS

Terapi konservatif yang dilakukan dengan traksi merupakan suatu perawatan yang praktis dengan kesembuhan maksimal. Kelemahan fungsi motorik dapat menyebabkan atrofy otot dan dapat juga terjadi pergantian kulit.

L. Pemeriksaan Penunjang

- Foto Rontgen

Foto rontgen dari depan, samping, dan serong) untuk identifikasi ruang antar vertebra menyempit. Mielografi adalah pemeriksaan dengan bahan kontras melalu tindakan lumbal pungsi dan pemotrata dengan sinar tembus. Apabila diketahiu adanya penyumbatan.hambatan kanalis spinalis yang mungkin disebabkan HNP.

- Elektroneuromiografi (ENMG)

Untuk menegetahui radiks mana yang terkena / melihat adanya polineuropati.

- Sken tomografi

Melihat gambaran vertebra dan jaringan disekitarnya termasuk diskusi intervertebralis.

M. Pengkajian

1. Identitas

HNP terjadi pada umur pertengahan, kebanyakan pada jenis kelamin pria dan pekerjaan atau
aktivitas berat (mengangkat baran berat atau mendorong benda berat)

2. Keluahan Utama

Nyeri pada punggung bawah

- P: Trauma (mengangkat atau mendorong benda berat)

- Q: Sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat, mendenyut, seperti kena api, nyeri
tumpul atau kemeng yang terus-menerus. Penyebaran nyeri apakah bersifat nyeri
radikular atau nyeri acuan (referred fain). Nyeri tadi bersifat menetap, atau hilang timbul,
makin lama makin nyeri .

- R: Letak atau lokasi nyeri menunjukkan nyeri dengan setepat-tepatnya sehingga letak nyeri
dapat diketahui dengan cermat.

- S: Pengaruh posisi tubuh atau atau anggota tubuh berkaitan dengan aktivitas tubuh, posisi
yang bagaimana yang dapat meredakan rasa nyeri dan memperberat nyeri. Pengaruh pada
aktivitas yang menimbulkan rasa nyeri seperti berjalan, turun tangga, menyapu, gerakan
yang mendesak. Obat-oabata yang ssedang diminum seperti analgetik, berapa lama
diminumkan.

- T: Sifanya akut, sub akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat menetap, hilng timbul, makin
lama makin nyeri.

3. Riwayat Keperawatan

a. Apakah klien pernah menderita Tb tulang, osteomilitis, keganasan (mieloma multipleks),
metabolik (osteoporosis)

b. Riwayat menstruasi, adneksitis dupleks kronis, bisa menimbulkan nyeri punggung bawah

4. Status mental

Pada umumny aklien menolak bila langsung menanyakan tentang banyak pikiran/pikiran sedang (ruwet). Lebih bijakasana bila kita menanyakan kemungkinan adanya ketidakseimbangan mental secara tidak langsung (faktor-faktor stres)

5. Pemeriksaan

Pemeriksaan Umum

A. Keadaan umum

Pemeriksaan tanda-tanda vital, dilengkapi pemeriksaan jantung, paru-paru, perut.

Inspeksi

- Inspeksi punggung, pantat dan tungkai dalam berbagai posisi dan gerakan untuk evalusi
neyurogenik

- Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal,adanya angulus, pelvis ya ng
miring/asimitris, muskulatur paravertebral atau pantat yang asimetris, postur tungkai yang
abnormal.

- Hambatan pada pegerakan punggung , pelvis dan tungkai selama begerak.

- Klien dapat menegenakan pakaian secara wajar/tidak

- Kemungkinan adanya atropi, faskulasi, pembengkakan, perubahan warna kulit.

Palpasi dan perkusi

- paplasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau halus sehingga tidak
membingungkan klien

- Paplasi pada daerah yang ringan rasa nyerinya ke arah yang paling terasanyeri.

- Ketika meraba kolumnavertebralis dicari kemungkinan adanya deviasi ke lateral atau antero-
posterior

- Palpasi dna perkusi perut, distensi pewrut, kandung kencing penuh dll.

B. Neuorologik

Pemeriksaan motorik

- Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari dan jari lainnya dengan
menyuruh klien unutk melakukan gerak fleksi dan ekstensi dengan menahan gerakan.

- atropi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan membandingkan kanan-kiri.

- fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otot tertentu.

Pemeriksan sensorik

Pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam dan rasa getar (vibrasi) untuk menentukan dermatom mana yang terganggu sehingga dapat ditentuakn pula radiks mana yang terganggu.

Pemeriksaan refleks

- Refleks lutut /patela/hammer (klien bebraring.duduk dengan tungkai menjuntai), pada HNP
lateral di L4-5 refleks negatif.

- Refleks tumit.achiles (klien dalam posisi berbaring, luutu posisi fleksi, tumit diletakkan diatas
tungkai yang satunya dan ujung kaki ditahan dalam posisi dorsofleksi ringan, kemudian tendon
achiles dipukul. Pada aHNP lateral 4-5 refleks ini negatif.

Pemeriksaan range of movement (ROM)

Pemeriksaan ini dapat dilakukan aktif atau pasif untuk memperkirakan derajat nyeri, functio laesa, atau untuk mememriksa ada/tidaknya penyebaran nyeri.

N. Diagnosa Keperawatan yang Muncul

1. Nyeri b.d Kompresi saraf, spasme otot

2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan
neuromuskulus

3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual

4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis dan tindakan
pengobatan.

O. Intervensi

1. Nyeri b.d kompresi saraf, spasme otot

1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya serangan, faktor pencetus / yang memperberat.
Tetapkan skala 0 – 10
2. Pertahankan tirah baring, posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam
keadaan fleksi, posisi telentang
3. Gunakan logroll (papan) selama melakukan perubahan posisi
4. Bantu pemasangan brace / korset
5. Batasi aktifitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan
6. Ajarkan teknik relaksasi
7. Kolaborasi : analgetik, traksi, fisioterapi

2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan
neuromuskulus

1. Berikan / bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
2. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif
3. Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan setelah rehap perubahan
posisi. Periksa keadaan kulit dibawah brace dengan periode waktu tertentu.
4. Catat respon emosi / perilaku pada immobilisasi
5. Demonstrasikan penggunaan alat penolong seperti tongkat.
6. Kolaborasi : analgetik

3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual

1. Kaji tingkat ansietas pasien
2. Berikan informasi yang akurat
3. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah seperti kemungkinan paralisis,
pengaruh terhadap fungsi seksual, perubahan peran dan tanggung jawab.
4. Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh dan
mungkin menghalangi proses penyembuhannya.
5. Libatkan keluarga

4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis

1. Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis dan pembatasan kegiatan
2. Berikan informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri, mengangkat dan
menggunakan sepatu penyokong
3. Diskusikan mengenai pengobatan dan efek sampingnya.
4. Anjurkan untuk menggunakan papan / matras yang kuat, bantal kecil yang agak datar
dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan, hindari posisi telungkup.
5. Hindari pemakaian pemanas dalam waktu yang lama
6. Berikan informasi mengenai tanda-tanda yang perlu diperhatikan seperti nyeri tusuk,
kehilangan sensasi / kemampuan untuk berjalan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer, Suzane C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 Vol 3,
Jakarta : EGC, 2002

2. Doengoes, ME, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2, Jakarta : EGC, 2000.

3. Tucker,Susan Martin,Standar Perawatan Pasien edisi 5, Jakarta : EGC, 1998.

4. Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran, 1996.

5. Priguna Sidharta, Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek, Jakarta : Dian Rakyat, 1996.

6. Chusid, IG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional, Yogyakarta : Gajahmada
University Press, 1993

dari Arif sugiri blog

Sabtu, 30 Agustus 2008

MLDV

Manual Lymph Drainage VODDER adalah suatu spesialisasi dalam Fisioterapi
Dewasa ini perkembangan tehnik terapi Fisioterapi telah berkembang sangat pesatnya, dimana salah satu perkembangan yang amat revolusioner adalah Manual Lymph Drainage Vodder. Tehnik terapi ini dilakukan pada jaringan pembuluh lymphe, kelenjar lymphe, cairan interstitial dan vena. Untuk dapat melakukan tehnik terapi tersebut haruslah seorang Fisioterapi yang telah mendapat pendidikan khusus metode Manual Lymphe Drainage Vodder.

Fisioterapi sebagai bagian dari pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab terhadap kesehatan individu dan masyarakat dalam meningkatkan, mempertahankan dan memperbaiki gerak yang optimal dan kemampuan fungsional sepanjang daur kehidupannya senantiasa mengembangkan tehnologi intervensi fisioterapi yang dipergunakan untuk mengatasi problematika gerak dan fungsi. Dewasa ini perkembangan tehnik terapi tersebut telah berkembang sangat pesatnya, dimana salah satu perkembangan yang amat revolusioner adalah Manual Lymph Drainage Vodder.

Dalam tubuh manusia 2/3nya terdiri atas cairan. Cairan ini terdapat didalam / disekitar sel-sel tubuh, pembuluh darah, pembuluh limfe, dan otak. Banyak sekali proses-proses tubuh yang terjadi melalui cairan tubuh ini, antara lain penghantaran rangsang saraf, pengangkutan hormon-hormon atau zat-zat yang merugikan ( seperti bakteri ), pertukaran zat-zat ( seperti zat pembangun / zat perusak ), atau pertukaran gas-gas ( seperti zat asam / zat asam arang ). Proses – proses yang terjadi melalui Cairan tubuh ini kita sebut Waterhuishouding / Water intern milieu yang amat penting dalam mempertahankan Homeostasis tetap dalam keadaan optimum.

Tubuh dalam keadaan yang seimbang optimal apabila waterhuishouding dalam keadaan optimal. Sistem limfe ( pembuluh limfe dan kelenjar limfe ) memainkan peranan yang penting dalam menciptakan dan mempertahankan keadaan yang ideal untuk sel-sel tubuh kita, yang mana berperan dalam pemberian nutrisi, pembersihan dan pengaliran. Dengan demikian limfedrainase ( pengaliran limfe ) merupakan fungsi yang normal dan alamiah dari tubuh kita. Fungsi ini dapat mengalami hambatan atau gangguan oleh adanya kecelakaan, penyakit atau stress. Pada keadaan itu, ganguan atau hambatan tersebut diatas dapat diatasi dengan pengaliran limfe secara manual ( dengan menggunakan tangan ).

Riwayat Pengembangan.

Pada tahun 1932 seorang ahli biologi dari Denmark Dr. Emil Vodder dan istrinya Astrid seorang Naturopati dari Berlin Jerman mengembangkan suatu tehnik pengobatan manual yang revolusional yang mereka gunakan untuk mengobati sinusitis kronis, pilek , dan migrain, yang disebut dengan " MANUAL LYMPH DRAINAGE ". Pada masa itu berlaku pendapat yang menyatakan bahwa merupakan hal yang tabu bagi kalangan medis untuk menangani kelenjar limfe yang membengkak. Dan ilmu pengetahuan mengenai limfe masih sangat minim sekali. Tetapi pada saat itu Dr. Vodder memberanikan diri melanggar larangan itu. Seperti mendapat ilham dia mengobati kelenjar limfe dileher yang membengkak yang disebabkan oleh penyakit tersebut diatas dan mendapatkan hasil yang menggembirakan ( sembuh secara sempurna setelah kira-kira sepuluh kali pengobatan ). Berdasarkan penemuannya tersebut diatas, dia mengembangkan metode terapi yang berstandard yang mana ini berhasil diterapkan pada seluruh tubuh.
Yang pada mulanya merupakan metode empiris ( berdasarkan pengalaman ), pada tahun tujuh puluhan mulai dilakukan penelitian-penelitian secara ilmiah yang dilakukan oleh beberapa ahli seperti: Dr.Asdonk, Dr.Westphal, Dr.Stricker, Prof.Foldi, Prof.Mislin, Prof.Kuhnke, Dr.Collard. Mereka membentuk suatu yayasan yang dikomandoi Dr.Asdonk yaitu “ Deutsche Gesellschaft fur Manuelle Lymphdrainage nach Dr.Vodder “.Yayasan inilah yang mendukung dan melakukan pembuktian ilmiah terhadap metode penemuan Dr.Vodder. Dari sini pendidikan metode pengobatan tersebut diatas berkembang dengan pesat.

Pada masa tuanya Dr.Vodder memilih 7 murid untuk mengembangkan MLDV diberbagai negara yaitu : Rose-Marie Bohlman di Swizerland, Ilona Rosvaegne di Spanyol, Inggrid Kurz / Gunther / Elga Wittlinger di Austria, Denisa Guardini di Italia, dan Virginia Cool di Belgia.

Virginia Cool sebagai seorang fisioterapis mendirikan sekolah MLDV untuk para fisioterapis di Eropa khususnya Belgia dan Belanda yang ingin memperdalam MLDV. Sekolah MLDV tersebut dikenal dengan nama Virginia Cool School yang berlokasi di Brugge Belgia dan mempercayakan pengelolaannya pada seorang muridnya yaitu Mr. Philippe M.N.A. De Paepe.

Pada tahun 2004 dan 2005 seorang fisioterapis yang juga MLDV terapis Ibu Renee St Go dari Amsterdam karena kecintaannya pada Indonesia memprakarsai dan mendanai pelatihan MLDV di Pematang Siantar dan Brastagi dengan mendatangkan Mr. Philippe De Paepe dari Belgia. Sampai saat ini telah diselenggarakan pelatihan MLDV angkatan yang ke tiga dan sudah dapat mencetak tenaga fisioterapis yang ahli manual limfe drainase sebanyak lebih dari 100 orang yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia.

Pada November - Desember 2006, 3 orang fisioterapis Indonesia diberi kehormatan untuk dilatih menjadi dosen MLDV untuk Basic Course di Amsterdam Belanda dan Antwerpen Belgium yaitu Johanes Surya Salim, Timbul Siahaan dan Nur Basuki.

Dasar Pemikiran.

MLDV muncul berdasarkan pola pikir pada pendekatan manusia secara global ( menyeluruh ). Pada tahun tigapuluhan, berdasarkan pola pikir ini pula, sekelompok peneliti di Paris melakukan penelitian pada cairan tubuh. Mereka meneliti tubuh manusia. Bioloog Emil Vodder bekerjasama dengan mereka mencoba mencari cara untuk meningkatkan regenerasi sel. Penemuan mereka ternyata berhasil meningkatkan kesehatan lingkungan ekstra seluler ( intertisium ) yang mana ini menjamin kwalitas cairan intraseluler. Drainase secara manual yang dikembangkan oleh Vodder 100% berhubungan dengan mekanisme filtrasi dan reasorbsi jaringan. Dengan menstimulasi aliran pembuluh vena dan limfe secara maksimal melalui sifat anatomi dan fisiologinya sendiri, maka tujuan tersebut diatas dapat dicapai tanpa menimbulkan filtrasi dari arteri.

Massage klasik memang meningkatkan sirkulasi darah dengan akibat filtrasi yang lebih besar dijaringan. Jika reabsorbsi pembuluh dijaringan tidak cukup baik maka regenerasi sel pun tidak akan berjalan dengan baik yang mana ini akan mengakibatkan terjadinya oedem ( pembengkakan ). Dengan MLDV, keadaan tersebut diatas dapat diatasi dengan baik.

Prof.Kuhnke mengumpamakan filtrasi arteri sebagai kran air, reabsorpsi vena sebagai saluran pembuangan dibawah, dan pembuluh limfe sebagai saluran pembuangan luapan air diatas. Pembuluh limfe disini bertugas mengalirkan luapan cairan dan molekul protein. Vodder mencoba dengan tehnik drainasenya untuk menciptakan suatu keseimbangan, waterhuishouding umum ( sistem pengaturan cairan umum ) didalam tubuh kita, yang mana juga meningkatkan regenerasi cel pada berbagai tingkatan.

TERAPI ( PENGOBATAN ).

Tujuan pengobatan dari MLDV yaitu : ( 1 ) Merangsang regenerasi cell dan menghambat degenerasi sel, ( 2 ) Meningkatkan immunitas, ( 3 ) Rileksasi melalui stimulasi parasimpatis.

Terjadinya regenerasi sel sebagai akibat dari perbaikan kualitas dan kuantitas lingkungan sel diakibatkan oleh empat faktor berikut:

1. Pengaruh pada trasportasi cairan.

Dengan mengalirkan cairan intertisial ke kapiler-kapiler dan stimulasi dari aliran limfe dalam pembuluh.
- Melalui reabsorpsi dari cairan intertisial dipembuluh vena, dimana pada saat itu aliran darah vena distimulasi.
- Cairan intertisial akan dipindahkan dari daerah yang padat ke daerah yang longgar, dimana kapiler vena dan pembuluh limfe menjalankan fungsinya.

2. Pengaruh pada otot polos di pembuluh darah.

- Autonom vasomotorik dari pembuluh limfe menjadi terstimulasi.
- Hiperaemi dapat dihindarkan.

3. Pengaruh pada Imunitas.

- Dengan menstimulasi sistema reticulo-endotelial dan dengan mempercepat aliran limfe kearah ganglia.

4. Pengaruh pada sistem saraf.

- Dengan adanya inhibisi pada nosisensorik.
- Aktivasi dari parasimpatis dan pengaturan neuro-vegetatif sistem.

INDIKASI.

MLDV dapat ditrapkan pada kasus-kasus dibawah ini, dengan atau tampa kombinasi dengan bentuk terapi lainnya.

1. lymfeoedem.

2. Oedema postraumatis dan post operatif, seperti :

- Pembengkakan lengan post mastectomi.

- Terkilir.

- Patah tulang.

- Haematom.

- Algodistrofi ( antara lain sudeck ).

3. Rematik dan pembengkakan yang disebabkan rematik, seperti:


- Aspesifik mesenchymreaksi.

- Arthritis infektif.

- Penyakit autoprogresif ( antara lain kronis polyarthritis ).

- Coxatrosis.

- Periarthritis humeroscapularis.

- Cervicalgia.

4. Keluhan pada sistema saraf.

- Susunan saraf pusat: perifokal oedem ( Foldi ), apopleksi, multipel sklerosis.

- Susunan saraf tepi: trigeminus neuralgia, facialis parese, migraine.

- Keluhan karena nervous: gangguan tidur, stress, gangguan usus ( antara lain konstipasi ).

5. Keluhan THT :

- Tinitus aurius ( telinga berdengung ).

- Radang selaput lendir kronis.

- Sinusitis kronis.

6. Extraksi gigi – orthodonsi – gangguan gusi, paradentose.

7. Kasus pediatri : cerebral parese, kelainan neuropati.

8. Problema dermatologi :

- Exzema kronis.

- Neurodermatis.

- Acne.

- Jaringan parut pos operasi.

9. Keluhan internis : bronchitis kronis, emfisema, asthma-bronchiale, pada intoksikasi oleh makanan atau medikasi dan mucoviscidose.

10. Kasus geriatri : osteoporose, problema vasculer.

11. Gangguan sirkulasi : sclerose otak, glaucoma, oedem karena venus stasis, arthritis, claudikasio intermitten, varicose ulcer.

12. Kasus sport injuri : sakit otot, haematom dan lesi.


KONTRA INDIKASI.

1. Absolut kontra indikasi : kanker, infeksi umum ( demam ), Decompensatio Cordis, TBC dan transplantasi organ.

2. Relatif kontra indikasi :

- infeksi lokal

- Asthma bronchiale: MLDV dapat membangkitkan anval karena rangsangan pada parasimpatis.

- Astma cardiale.

- Hyperthyroidea: hindarkan penanganan pada kelenjar gondok.

- Vagoton pasien.

- Kemungkinan reaksi kelelahan.

by fisiosby.com